DENPASAR- Hasil perhitungan cepat (quick count) pilpres 2024 dari berbagai lembaga survei menunjukan angka yang hampir sama. Jelas, Paslon 02 Prabowo dan Gibran menempati posisi paling tinggi untuk menjadi penerus pemerintahan Jokowi. Pun demikian dengan hasil sementara real count sementara dari KPU, angkanya tidak terlihat berbeda. Sejauh ini posisinya masih sekitar 56 %. Angka yang sangat besar dan rasanya sulit untuk digugat. Hasilnya, Bapak gemoy Indonesia bersama putra mahkota, si Samsul alias Gibran masih punya peluang paling tinggi untuk memimpin Indonesia selama 5 tahun ke depan.
Dibalik kemenangan Pasangan Prabowo-Gibran, ada pihak yang hari ini sedang merasa terzolimi dan bahkan menyebut angka yang diperoleh seperti anomali. Pasangan nomor urut 03, Ganjar-Mahfud hari ini turut mendapat sorotan dan juga mengundang sorotan publik. Bahkan nampaknya lebih viral dibanding yang lagi merayakan kemenangan.
Ganjar-Mahfud bersama PDIP bahkan menyebut pihak TPN sedang siaga 1. Hingga akan membuat tim investigasi untuk menemukan kecurangan dalam pemilu untuk bisa digugat. Ganjar dan PDIP nampaknya merasa tak terima jika harus kalah dengan angka paling buncit, sampai hendak Bersatu dengan tim Anies-Cak Imin untuk bersama memerangi kecurangan pemilu.
Terlepas dari kondisi tersebut, PDIP tidak serta merta kalah total. Berdasarkan hasil real count dan quick count, posisi tertinggi perolehan suara partai masih diduduki oleh PDIP. Ini menjadi bukti kekuatan partai yang dipimpin Megawati Soekarno Putri ini masih punya power yang signifikan dalam peta politik nasional. Presiden boleh Prabowo, tapi nampaknya Megawati masih jadi ratunya negeri ini. Dengan catatan jika angka hari ini masih bertahan hingga akhir.
Nampaknya Megawati tak masalah jika kalah dalam pilpres dan PDIP tak lagi berkuasa untuk ketiga kalinya. Megawati bukan sosok baru dalam dunia politik. Putri dari sang proklamator ini sudah sangat lama bergelud dalam politik nasional yang penuh keringat dan darah. Tentu saja kondisi kekalahan semacam ini mungkin sudah diperhitungkan. Bukan hanya dari babak pertengahan ketika Jokowi berpisah jalan, bahkan mungkin sejak awal sudah tahu bahwa kekalahan bisa terjadi.
Lagipula, Megawati tak terlalu merasa terancam jika yang menang sebagai presiden adalah Prabowo. Mereka punya sejarah bergandengan cukup baik. Tahun 2009 pernah bersama-sama dalam satu nomor urut maju dalam pilpres. Kemudian bersama-sama mendukung Jokowi maju di Pilgub DKI. Pun hubungan Prabowo dengan Megawati kembali baik ketika Gerindra ikut masuk dalam kabinet usai pemilu 2019 bersama Jokowi. Saling respect lah. Tapi yang namanya politik, kalau kata Mbak Puan, semua kemungkinan bisa saja terjadi.
Kemenangan PDIP punya arti besar nantinya dalam perpolitikan nasional. Terlepas dari ikut bergabung dan melakukan rekonsiliasi dengan Prabowo, ataupun menjadi oposisi, PDIP tetap punya pengarauh arah kebijakan. Sederhananya, jurnalis senior Uni Lubis menyebut putri Megawati yakni Puan Maharani masih punya peluang besar menjadi ketua DPR RI kembali. Artinya, posisi itu membuat PDIP bisa menjadi penentu dalam lahirnya aturan dan kebijakan yang strategis.
Megawati lewat PDIP masih bisa menanamkan pengaruhnya untuk menggetarkan situasi ataupun menenangkan keadaan. Apalagi jika anggota parlemen masih didominasi oleh kader militan yang menjunjung ideologi petugas partai. Para petugas partai atau kalau menurut Bambang Pacul istilahnya ‘korea-korea’ ini masih mendominasi di parlemen, keinginan sang ratu Megawati masih bisa jadi pertimbangan. Golnya suatu undang-undang masih bisa dipengaruhi Megawati lewat petugasnya di parlemen.
Akhirnya, ratu agung Megawati masih menjadi sosok ketua umum dengan pengaruh paling besar setidaknya selama 5 Tahun kedepan. Entah sebagai koalisi pemerintahan, ataupun sebagai oposisi. Apakah PDIP akan tetap dalam posisi idealis berpolitik dengan menjadi oposisi, atau ikut ideologi politik praktis dengan motto “kepentingan abadi” dan masuk koalisi pemerintah. Mengingat Megawati dan Prabowo pernah bersama saat 2009, serta bersama mendukung Jokowi di Pilgub DKI. Atau kembali lagi Jokowi menjadi sosok yang kembali menyatukan Ratu dan Presiden dengan bahasa kiasan “Rekonsiliasi?”
Mari tunggu episode kisah Ratu dan Presiden, setelah hasil resmi hitung suara KPU diumumkan.
Oleh: I Kadek Nova Semadi