DENPASAR, DINAMIKAPOLITIK.com – Sekretaris Jenderal Relawan Semeton Prabowo, Putu Asrinidevy, mengemukakan pandangannya tentang pentingnya pendidikan multikultural dan dialog antar agama dalam mewujudkan iklim toleransi yang tetap terjaga. Pernyataan ini disampaikan dalam acara diskusi santai bertema ‘Anak Mida Pilar Keberagaman dan Toleransi Menuju Indonesia Emas 2045’.
Menurut Putu Asrinidevy, dialog intens dan komunikasi yang terjalin secara baik dapat mempermudah pemahaman tentang keberagaman. “Pendidikan dan dialog multikultural, multiagama menjadi dasar masyarakat harmonis. Sederhananya, ketika komunikasi sudah sering terjadi, keberagaman akan menjadi suatu kebiasaan,” ungkapnya. dalam acara Diskusi Santai di Denpasar, Kamis (18/1/2024).
Putu Asrinidevy, yang akrab disapa Devy, menambahkan bahwa kedamaian dan nilai sejati toleransi tercipta ketika pemahaman tentang perbedaan sudah menjadi kebiasaan. “Ketika ini (pemahaman keberagaman) menjadi kebiasaan, ini menciptakan ruang bagi toleransi, penghargaan, dan kerjasama, mengarah pada pembentukan masyarakat yang inklusif dan damai,” tuturnya.
Mantan Presidium KMHDI juga menyoroti peran besar anak muda Bali sebagai contoh dalam meniti jalan toleransi. “Anak muda, khususnya Bali, dilihat sebagai penerus dan bisa dikatakan yang paling menentukan hari ini, dalam berbagai hal, termasuk memupuk keragaman budaya, mempromosikan sikap terbuka terhadap perbedaan, dan membangun fondasi masyarakat yang berlandaskan rasa saling menghormati, kolaborasi, dan harmoni lintas agama dan etnis,” papar Devy.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa toleransi bukan sekadar wacana, melainkan harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bali, menurutnya, adalah salah satu simbol dan provinsi yang sangat layak menjadi percontohan toleransi di Indonesia bahkan dunia.
“Toleransi harus menjadi kebiasaan, bukan hanya menjadi bahan perbincangan. Toleransi dan keberagaman seharusnya sudah menjadi bagian integral dari bangsa Indonesia. Sudah saatnya keberagaman menjadi sesuatu yang tak lagi menjadi perdebatan karena masalah yang muncul akibat ketidaksetujuan segelintir manusia dalam menerima keindahannya,” tandas Gadis Bali asal Gianyar tersebut.[*dp]