JAKARTA, DINAMIKAPOLITIK.com – Komisi X DPR menegaskan bahwa Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Kepariwisataan (RUU Kepariwisataan) kini sedang berupaya memperkuat dan mempertajam beberapa substansi regulasi. Satu di antara substansi itu adalah mengenai relasi hubungan budaya dan pariwisata di Indonesia. Hal ini menjadi sorotan lantaran pihaknya meyakini budaya yang lestari berpotensi menciptakan ciri khas pariwisata yang terpadu dan berkelanjutan.
Sebab itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Agustina Wilujeng Pramestuti mengapresiasi setiap masukan dan aspirasi yang disampaikan. Salah satunya berasal dari jajaran pimpinan Politeknik Pariwisata Bali, Politeknik Pariwisata Medan, Politeknik Sahid, Politeknik Pariwisata Makassar, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, dan Politeknik Pariwisata NHI Bandung. Sebagaimana disampaikan dalam Rapat Panja RUU Kepariwisataan Komisi X di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (28/11/2023).
“Menemukan pola relasi budaya dan pariwisata untuk pembahasan RUU (Kepariwisataan) ini bukanlah hal yang mudah”
“Di Panja (Pariwisata) ini, kami sedang berusaha menarik benang merah untuk menggabungkan budaya dan pariwisata. Jangan sampai budaya kehilangan ruh, kami tidak ingin pariwisata di Indonesia hanya sekadar dijadikan sebagai hiburan saja. Menemukan pola relasi budaya dan pariwisata untuk pembahasan RUU ini bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, kami juga mengundang berbagai macam pakar,” tutur Agustina.
Berdasarkan laporan terbaru yang diterimanya, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu menilai pariwisata di Indonesia masih sangat minim berorientasi pada culture-based tourism. Ia pun khawatir pariwisata di Indonesia akan kehilangan identitasnya. Oleh karena itu, sinergi dan keterpaduan harus menjadi tolak ukur untuk menciptakan relasi kuat antara pariwisata dan budaya.
“Nilai-nilai keseimbangan, sinergitas, dan keberlanjutan dua sisi tersebut menjadi tolak ukur dalam membangun keberadaban sektor pariwisata Indonesia ke depan. Revisi UU ini akan menekankan perlunya memasukkan substansi budaya dalam regulasi kepariwisataan, tanpa harus bertentangan dengan UU Nomor 5 tahun 2017 Tentang Kemajuan kebudayaan dan UU Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya,” pungkas legislator Daerah Pemilihan Jawa Tengah IV itu.
Usai forum tersebut, Komisi X DPR RI akan menindaklanjuti setiap masukan dan aspirasi yang disampaikan. Harapannya, hal tersebut akan menjadi landasan kajian untuk penyempurnaan rumusan substansi RUU Kepariwisataan. (ts,mag/rdn)